Powered By Blogger

Mengenai Saya

Foto saya
Malang donk!!!, Jawa timur, Indonesia
aku tu orang bagaimana ya... yang pastinya cantiq deh he...he...he...

siapa cewek yang paling cantik?

Selasa, 05 Oktober 2010

tugas ginekologi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) terutama pada rongga pelvis (peritonitis pelvis /pelveoperitonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Maka dari itu tim penulis memilih judul “Peritonitis Pelvis” sebagai judul makalah ini, untuk lebih memahami berbagai hal mengenai peritonitis pelvis.

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
2.1.Untuk mengetahui pengertian dari peritonitis dan peritonitis pelvis.
2.2.Untuk mengetahui etiologi peritonitis pelvis.
2.3.Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis pelvis.
2.4.Untuk mengetahui gejala dari peritonitis pelvis.
2.5.Untuk mengetahui manifestasi klinis pada peritonitis pelvis
2.6.Untuk mengetahui diagnosis dan prognosa dari peritonitis pelvis
2.7.Untuk mengetahui komplikasi pada peritonitis pelvis.
2.8.Untuk mengetahui penatalaksanaan dari peritonitis perlvis.
3.Rumusan Masalah
3.1.Apa pengertian dari peritonitis dan peritonitis pelvis?
3.2.Apa yang menyebabkan peritonitis pelvis?
3.3.Apa patofisiologi dari peritoneum pelvis?
3.4.Apa manifestasi klinis dari peritonitis pelvis?
3.5.Apa gejala dari peritonitis pelvis?
3.6.Apa diagnosis dan prognosa dari peritonitis pelvis
3.7.Apa komplikasi pada peritonitis pelvis?
3.8.Apa saja penatalaksanaan dari peritonitis perlvis?












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
a.Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.
Peritonitis pada masa nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis umum berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen dan merupakan penyakit berat, gejala umumnya suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang semula kemerah merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin disebut facies hippocratica.
b. Peritonitis Pelvis
Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejalanya tidak seberat pada peritonitis umum, penderita demam, nyeri perut bagian bawah, yaitu karena distensi usus yang hebat terjadi karena ileus paralitik. Tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis biasa terjadi pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum Douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomi posterior untuk mencegah keluarnya melalui rectum atau kandung kencing.
Salpingo-ooforitis akuta sering bersamaan dengan radang peritoneum pelvis. Pada serosa tuba, ovarium, dan alat-alat disekitarnya, seperti uterus, fleksura sigmoidea, dan usus halus dijumpai eksudat serous atau fibrinous, yang dengan meredanya proses radang diikuti oleh perlekatan-perlekatan antara alat-alat tersebut. Akan tetapi, ada kemungkinan pula bahwa eksudat bernanah. Sedang pada infeksi puerperal dan postabortum ada kecenderungan, bahwa radang menjadi peritonitis umum, maka pada infeksi gonorea biasanya infeksi terbatas pada daerah pelvik. Jika eksudat bernanah, maka nanah berkumpul di kavum Douglasi.


c. Jenis lain Peritonitis
1.Peritonitis primer atau peritonitis spontan
Terjadi bisanya pada anak-anak dengan sindrom nefrotik atau sirosis hati. Lebih banyak terdapat pada anak perempun dari pada anak laki-laki.
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum. Kuman masuk ke rongga peritonieum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui saluran genetali. Secara klinis pasien mengeluh mengenai rasa sakit dan pasien mengeluh mengenai rasa sakit dan pasien merasa lemas. Terdapat dehidrasi dan perut nyeri tekan. Tanda-tanda peritonitis seperti otot abdomen tegang (defense musculair), bunyi usus menghilang atau berkurang biasanya dapat ditemukan, akan tetapi kadang-kadang kelainan tersebut tidak begitu jelas.
Diagnosis dapat ditegakkan dan parasentesis dan dibuat pembiakan kuman-kuman dari carian peritoneal. Setelah itu baru dimulai dengan pengobatan dan dapat diberikan antibiotik. Tetapi sering diperlukan pembedahan dan ditemukan cairan yang keruh dan usus-usus ditutupi oleh eksudat yang fibrinus. Sekarang dengan adanya antibiotik yang ampuh prognosisnya cukup baik.
2.Peritonitis sekunder
Disini peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak, biasanya dari lumen saluran cerna. Peritoneum biasanya dapat mengatasi masuknya bakteri melalui saluran getah bening diafragma. Akan tetapi bila banyak kuman yang masuk atau masuk secara terus menerus, akan terjadi peritonitis, apabila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam lambung, makanan, tinja, hemoglobin, dan jaringan nekrotik atau bila imunitas pasien menurun.
Biasanya terdapat campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis, sering kuman-kuman aerobik dan anaerobik. Peritonitis juga sering terjadi bila ada sumber infeksi intra peritoneal seperti apendisitis, divertikulitis, salpingitis, kolesistitis, pankreatitis dan sebagainya. Juga bila ada trauma yang dapat menyebabkan ruptur pada saluran cerna atau perforasi setelah andoskopik. Tidak jarang pula setelah perforasi spontan pada tukak peptik atau keganasan saluran cerna. Tertelannya benda asing yang tajam dapat menyebabkan perforasi dan peritonitis. Peritonitis yang terjadi dapat terbatas karena tertutup oleh jaringan disekitarnya seperti omentum dan usus dan adanya fibrin. Dalam keadaan ini keluhan dan gejala terbatas pada tempat tersebut karena peritonitis terlokalisasi. Bila tidak terbatas, terjadi peritonitis umum. Pasien kelihatan sangat sakit, tidurnya tidak berani bergerak karena sakit. Nafas dangkal karena bila nafas dalam, diafragma akan bergerak kebawah dan akan menimbulkan rasa sakit. Mula-mula tensi turun sedikit dan nadi menjadi lebih cepat, akan tetapi kemudian pasien masuk dalam keadaan renjatan dengan nadi kecil dan lebih cepat bila pasien tidak segera diobati. Masuknya cairan kedalam rongga peritoneum akan menimbulkan hipovolemia dan renjatan.
Pengobatan yang pertama diberikan adalah tindakan suportif dengan segera yaitu infus darah plasma atau whole blood dan albumin, larutan ringer, deksrtosa 5%, NaCl fisiologis. Kortikosteroid dianjurkan oleh beberapa ahli untuk mengatasi renjatan dan perlu diberikan dengan dosis tinggi. Akan tetapi ada yang mendapatkan hasil yang tidak memuaskan, malahan dapat mengaburkan parameter untuk memantau hasil pengobatan. Nalloxone, suatu antagonis reseptor opium dapat mengatasi renjatan pada binatang perjoban akan tetapi pada manusia hasilnya mengecewakan.
Setelah keadaan pasien stabil dan renjatan dapat diatasi secepatnya dilakukan pembedahan. Tindakan bedah untuk mencari sebabnya, menutup kebocoran dan membersihkan rongga peritoneum. Ada yang menganjurkan antibiotik intra peritoneal setelah rongga peritoneum bersih. Akan tetapi banyak ahli yang memandang antibiotic tersebut tidak diperlukan karena kemungkinan rangsangan toksis dan anti biotik parenteral sudah mencapai kadar yang memuaskan

2.2 Etiologi
Penyebab peritonitis antara lain :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) yang menyebar melalui pembuluh limfe uterus
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian akibat infeksi.
2.3 Patofisologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terjadiya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya motilitas usus dan menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

4.Gejala Peritonitis Pelvis :
1.Demam intermittens (pasien menggigil) dan mual.
2.Leucositosis.
3.Nyeri perut bagian bawah.
4.Terdapat defencemusculaire.
5.Gerakan uterus menyebabkan rasa nyeri.
6.Jika ada abses di kavum Douglas, teraba tumor di belakang uterus yang menonjol ke forniks vagina posterior.
Gejala-gejala peradangan lebih nyata jika Salpingo-ooforitis peritonneum pelvik ikut serta.Selain demam dan leukositosis,rasa nyeri biasanya lebih berat ,penderita merasa mual ,terdapat defense musculaire ,gerakan uterus menimbulkan perasaan sangat nyeri jika ada abses di kavum Duoglasi, teraba tumor dengan batas-batas yang tidak nyata dibelakang uterus,dan yang menonjol ke forniks vagina posteriorTerapi, pada peritonitis pelvis yang akut tidak berbeda dari terapi pada salpingo-ooforitis akuta . Jika terdapat abses dikavum douglasi, maka terapi yang tepat ialah kolpotomia posterior dan drainase
2.4 Manifestasi Klinis
1.Pelvioperitonitis adalah peritonitis terjadi sebatas daerah pelvis,
Gejalanya :
Demam, nyeri perut bagian bawah, tetapi keadaan umum tetap baik, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai maka nanah harus dikeluarkan dengan kolpotomi posterior, supaya nanah tidak keluar menembus rektum.
2.Peritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen dan merupakan penyakit berat.
Gejala umumnya:
Suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang semula kemerah merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin disebut facies hippocratica.

Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar. Mortalitas peritonitis umum tinggi
5.Diagnosis
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan laboratorium, X-Ray dan Radiologis.
1.Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
2.Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
3.Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a) Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior(AP).
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
c) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.
a.Pada toucher teraba infiltrate dalam cave. Douglasi, kadang-kadang hanya ada penebalan lipatan cav. Doglasi, yang teraba sebagai pinggir yang keras. Dan nyeri tekan.
b.Sebagai akibat pelveoperitonitis dapat terjadi douglas abses. Doglas abses ini dapat pecah ke dalam rectum atau ke dalam fornix posterior vaginae.
Douglas abses dapat terjadi karena :
1.Nanah yang keuar dari salpingitis purulenta.
2.Pyosalpinx yang pecah
3.Haematocele retrouterinika yang berinfeksi
4.Abses ovarium yang pecah
5.Dari abses appendiculer
6.Pelveperitonitis purulenta
7.Perforasi usus pada typhus abdominalis

6.Prognosa Pelveoperitonitis :

1.Jauh lebih baik dari peritonitis umum.
2.Biasanya terjadi pembatasan .
3.Prognosa buruk pada pelveoperitonitis septika dan kurang buruk pada pelveoperitonitis gonorrhoica.
Pelveoperitonitis dapat menyebabkan retroflexio uteri fixate
7.Komplikasi

Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status narkose penderita pascaoperasi.
8.Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a) Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan faktor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan. Serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
b) Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
c) Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
2.Pengobatan
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
d) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.

Terapi :
1.Board spectrum antibiotic
2.Istirahat dalam letak fowler
3.Opiate untuk mengurangi rasa nyeri
4.Infus untuk menigkatkan balans elektrolit
5.Dekompresi dengan abott miller tube
6.Pada douglas absesdilakukan kolpotomia posterior










BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peritonitis pelvik adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut pada bagian pelvik
2. Penyebab peritonitis pelvis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
3. Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
4. Manifestasi klinis
a) Pelvioperitonitis adalah peritonitis terjadi sebatas daerah pelvis, gejalanya: Demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap baik, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang).
b) Peritonitis umum gejala umumnya: Suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang semula kemerah merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin disebut facies hippocratica.
5. Diagnosis :Pemeriksaan laboratorium, Pemeriksaan X-Ray, dan Pemeriksaan radiologis
6. Penatalaksanaan
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
b) Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
d) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
7. Komplikasinya pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses.
8. Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulenya




















DAFTAR PUSTAKA
http://namakudhiandd.blogspot.com/2010/04/peritonitis.html.
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/pelvic-inflamantory-disease-pid-penyakit-radang-panggul-prp-2/
http://zikra-myblog.blogspot.com/
http://info.g-excess.com/id/Askeb_(Asuhan_Kebidanan)/PERITONITIS.info
Sastrawinata, Sulaiman Prof. R. 1981. Ginekologi. Elstar Offset: Bandung.
Soeparman.1994.Ilmu penyakit dalam jilid 2.Balai penerbit FKUI:Jakarta
Rawiroharjo,Sarwono.1999.ilmu kandungan.yayasan bina pustaka; yayasan bina pustaka

Tidak ada komentar: